1. Shalat bagi Musafir dan Adabnya
Shalat bagi Musafir dan Adabnya
Pertanyaan:
Para ustadz di Dewan Syariah yang
dirahmati Allah, bagaimana tata cara salat jika kita dalam kondisi musafir
dan berapa lama dan seberapa jauh kita boleh meng-qoshor dan men-jama’
salat wajib? Apa saja adab safar tersebut?
Jawaban:
Safar secara bahasa
berarti melakukan perjalanan, lawan dari iqomah. Sedangkan secara
istilah, safar adalah seseorang keluar dari daerahnya dengan maksud ke
tempat lain yang ditempuh dalam jarak tertentu.
Jadi, seseorang disebut musafir
jika memenuhi tiga syarat, yaitu: niat, keluar dari daerahnya, dan memenuhi
jarak tertentu. Jika seseorang keluar dari daerahnya tetapi tidak berniat safar,
maka tidak dianggap musafir. Begitu juga sebaliknya, jika seorang
berniat safar tetapi tidak keluar dari daerahnya, maka tidak dianggap musafir.
Begitu juga jarak yang ditempuh menentukan apakah seseorang dianggap musafir
atau belum, karena kata safar biasanya digunakan untuk perjalanan jauh.
Rukhsah Salat bagi
Musafir
Seorang musafir mendapatkan rukhsah
(keringanan) dari Allah SWT dalam pelaksanaan salat. Rukhsah tersebut
adalah meng-qashar salat yang bilangannya empat rakaat menjadi dua, men-jama’
salat Zuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya, salat di atas kendaraan, tayammum
dengan debu/tanah pengganti wudu dalam
kondisi tidak mendapatkan air, dan lain-lain.
Salat Qashar
Meng-qashar salat adalah
mengurangi salat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat, yaitu pada salat Zuhur, ashar,
dan Isya.
Dalil salat qashar, Allah SWT
berfirman,
“Dan apabila kamu berpergian
di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar salat(mu), jika kamu takut
diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu.” (QS an-Nisa: 101)
Hadis Rasulullah SAW,
“Dari Aisyah ra, berkata,
‘Awal diwajibkan salat adalah dua rakaat, kemudian bagi salat safar dan
disempurnakan (4 rakaat) bagi salat hadhar (tidak safar)’.” (Muttafaqun
‘alaihi)
“Dari Aisyah, berkata,
‘Diwajibkan salat 2 rakaat kemudian Nabi hijrah, maka wajib 4 rakaat dan
dibiarkan salat safar seperti semula (2 rakaat)’.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Imam Ahmad
ditambahkan,
“Kecuali Maghrib, karena
Maghrib adalah salat witir di siang hari dan salat Subuh agar dipanjangkan
bacaan di dua rakaat tersebut.”
Jarak Qashar
Seorang musafir dapat mengambil rukhsah
salat dengan meng-qashar dan men-jama’ jika telah memenuhi jarak
tertentu. Rasulullah SAW bersabda,
“Dari Yahya bin Yazid
al-Hana’i berkata, ‘saya bertanya pada Anas bin Malik tentang jarak salat
qashar’. Anas menjawab, ‘Adalah Rasulullah SAW jika keluar menempuh jarak 3 mil
atau 3 farsakh, beliau salat dua rakaat’.” (HR Muslim)
“Dari Ibnu Abbas berkata, ‘Rasulullah
SAW bersabda, ‘Wahai penduduk Makkah, janganlah kalian meng-qashar salat kurang
dari 4 burd dari Makkah ke Asfaan’.” (HR at-Tabrani, ad-Daruqutni, hadis
mauquf).
Dari Ibnu Syaibah dari jalur lain
yang sahih berkata, “Qashar salat dalam jarak perjalanan sehari semalam.”
Adalah Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
meng-qashar salat buka puasa pada perjalanan menempuh 4 burd, yaitu 16
farsakh.”
Ibnu Abbas menjelaskan jarak
minimal dibolehkannya qashar salat yaitu 4 burd atau 16 farsakh.
1 farsakh = 5.541 km, sehingga 16 farsakh = 88,656 km. Dan begitulah yang
dilaksanakan sahabat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Sedangkan hadis Ibnu Syaibah
menunjukkan bahwa qashar salat adalah perjalanan sehari semalam. Dan ini
adalah perjalanan kaki normal atau perjalanan unta normal. Dan setelah diukur
ternyata jaraknya adalah 4 burd atau 16 farsakh atau 88,656 km. Dan pendapat
inilah yang diyakini mayoritas ulama seperti Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, dan
Imam Ahmad serta pengikut ketiga imam tadi.
Kesimpulan:
Jarak dibolehkannya seseorang
meng-qashar dan men-jama’ salat menurut jumhur ulama, yaitu pada saat seseorang
menempuh perjalanan minimal 4 burd atau 16 farsakh, atau sekitar 88,656 km.
Syarat Salat Qashar
1.
Niat safar
2.
Memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar, yaitu
4 burd (88,656 km)
3.
Keluar dari kota tempat tinggalnya
4.
Safar yang dilakukan bukan safar maksiat.
Lama Waktu Qashar
Jika seseorang musafir hendak
masuk suatu kota atau daerah dan bertekad tinggal di sana, maka dia dapat
melakukan salat qashar dan jama’ salat. Menurut pendapat Imam Malik dan
Asy-Syafi’i adalah 4 hari, selain hari masuk kota dan keluar kota. Sehingga,
jika sudah melewati 4 hari ia harus melakukan salat yang sempurna.
Adapaun musafir yang tidak akan
menetap, maka ia senantiasa meng-qashar salat selagi masih dalam keadaan safar.
Berkata Ibnul Qayyim, “Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari meng-qashar
salat.” Disebutkan Ibnu Abbas dalam riwayat Bukhari, “Rasulullah SAW
melaksanakan salat di sebagian safarnya 19 hari, salat dua rakaat. Dan kami
jika safar 19 hari, salat dua rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami
salat dengan sempurna.”
Jama’ antara Dua Salat saat
Safar
Jama’ antara dua salat pada waktu
safar dibolehkan. Salat yang boleh di-jama’ adalah salat Zuhur dengan Asar dan
salat Magrib dengan Isya. Rasulullah SAW bersabda,
“Dari Muadz bin Jabal: ‘Bahwa
Rasulullah SAW pada perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum
berangkat maka men-jama’ salat antara Zuhur dan Asar. Dan jika sudah dalam
perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan salat Zuhur sampai
berhenti untuk salat Asar. Dan pada waktu salat Magrib sama juga, jika matahari
telah tenggelam sebelum berangkat, maka men-jama’ antara Magrib dan Isya.
Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari tenggelam, maka mengakhirkan waktu
salat Magrib sampai berhenti untuk salat Isya, kemudian men-jama’ keduanya’.”
(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Salat jama’ terdiri dari dua
macam, yaitu jama’ taqdim dan jama’ ta’khir. Jama’ taqdim
adalah menggabungkan salat antara salat Zuhur dan Asar yang dilakukan pada
waktu Zuhur, dan salat Magrib dan Isya yang dilakukan pada waktu Magrib. Sedangkan
jama’ ta’khir adalah menggabungkan salat antara salat Zuhur dan Asar
yang dilakukan pada waktu Asar, dan salat Magrib dan Isya yang dilakukan pada
waktu Isya.
Salat Jamaah bagi Musafir yang
Melakukan Salat Qashar dan Jama’ Salat
·
Seorang musafir yang melakukan qashar dan jama’
salat, maka salat jamaah yang dilakukan sebagai berikut:
·
Niat untuk melakukan salat jama’ dan qashar
secara berjamaah.
·
Disunahkan membaca iqomah pada setiap
salat (misalnya iqomah untuk salat Zuhur dan iqomah untuk salat Asar).
·
Berimam pada orang yang sama-sama melakukan
qashar dan jama’
·
Salat jama’ dilakukan secara langsung, tanpa
diselingi dengan salat sunah atau doa atau lainnya.
Menghadap Kiblat
Menghadap kiblat merupakan syarat
sahnya salat, baik dalam keadaan muqim maupun musafir sebagaimana
firman Allaf SWT,
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah:
144)
Maka jika seorang musafir berada
dalam kendaraan, baik itu mobil, kereta api, kapal laut, atau pesawat udara,
dan mampu menghadap kiblat, maka ia harus menghadap kiblat. Sedangkan bagi
musafir yang naik kendaraan, sedang ia tidak tahu arah kiblat atau tidak mampu
menghadap kiblat, maka ia harus salat menghadap arah mana saja yang ia yakini
dan salat sesuai kondisi di kendaraan. Allah SWT berfirman,
“Dan kepunyaan Allah-lah timur
dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 115)
Tata Cara Salat di Atas
Kendaraan
1.
Jika dimungkinkan maka salat dilakukan seperti
biasa, yaitu salat berjamaah, menghadap kiblat, berdiri, ruku, dan sujud
seperti biasa.
2.
Jika tidak dapat berdiri, maka salat dilakukan
sambil duduk dengan gerakan salat dalam kondisi duduk. Ruku dan sujud dengan
membungkukkan punggung, dan saat sujud punggung lebih menurun dari ruku.
3.
Apabila tidak mendapatkan air, maka dapat ber-tayammum.
Cara tayamum yaitu menepuk tanah atau debu pada dinding kendaraan dengan dua
telapak tangan, lalu diusapkan ke seluruh wajah. Kemudian tangan yang satu
mengusap yang lain sampai pergelangan tangan.
Adab Safar
Apabila seorang Muslim hendak
melakukan safar, maka hendaknya memperhatikan adab-adab safar sebagai berikut:
1.
Jika terdiri dari dua orang atau lebih, maka
harus diangkat seorang ketua rombongan.
2.
Sebelum berangkat dianjurkan melakukan salat sunah
dua rakaat.
3.
Berdoa kepada Allah memohon keselamatan dirinya,
keluarganya yang ditinggal dan kaum Muslimin, seperti:
“Ya Allah, kepada-Mu aku memohon pertolongan dan bertawakal.
Ya Allah, mudahkanlah urusan kami, gampangkan kesusahan safarku, berilah rezeki
padaku berupa kebaikan yang lebih banyak dari yang aku minta. Jauhkan dariku
segala keburukan. Ya Rabb, lapangkan dadaku, mudahkan urusanku. Ya Allah, aku
memohon perlindungan-Mu, dan menitipkan diriku, agamaku, keluargaku, kerabatku,
dan nikmat yang telah Engkau berikan padaku dan pada mereka dalam hal akhirat
dan dunia, dan jagalah kami semua dari setiap keburukan, ya Karim.”
4.
Memberi wasiat (nasihat) dan meminta wasiat,
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dikatakan Ibnu
Umar pada Qoza’ah, “Kemarilah, saya akan melepasmu sebagaimana Rasulullah SAW
melepasku (saat akan berpergian).
“Saya
titipkan pada Allah dirimu, amanatmu, dan akhir amalmu.” (HR. Abu Dawud)
Diriwayatkan oleh
at_tirmidzi, datang seseorang kepada Nabi SAW dan berkata, “Wahai
Rasulullah, saya akan berpergian maka bekalilah saya.’ Rasulullah SAW bersabda,
‘Semoga Allah membekali engkau dengan takwa’. ‘Tambahlah’. ‘Semoga Allah
mengampuni dosamu’. ‘Tambahlah’. ‘Semoga Allah memudahkanmu di mana saja engkau
berada’.”
5.
Saat dalam perjalanan harus menggunakan waktunya
pada sesuatu yang baik dan bermanfaat, seperti; memperbanyak zikir dan doa,
membaca al-Quran, membaca buku, tafakur alam, mendengarkan nasyid (senandung
islami), dan lain-lain.
6.
Jangan melakukan kemaksiatan, dan mengupayakan
agar suasana di kendaraan menjadi islami.
7.
Membawa bekal-bekal dan sarana-sarana untuk
mendukung suasana yang islami tersebut, misalnya membawa mushaf al-Quran, buku
bacaan yang islami, kaset nasyid islamiyah, dan lain-lain.
Doa Safar
Doa keluar rumah:
Bismillah tawakaltu ‘alallahi,
laa haula walaa quwwata illa billahi
(Dengan nama Allah, aku
bertawakal kepada Allah, tiada daya dan kekuasaan kecuali dari Allah)
Doa naik kendaraan:
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ
مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ
فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ
هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ
فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ
السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ
(Maha suci Tuhan yang telah
menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah,
sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam safar ini kebaikan dan ketakwaan, dan
dari amal yang Engkau ridai. Ya Allah, mudahkanlah pada safar kami, dan
pendekkan jauhnya perjalanan. Ya Allah, Engkau teman dalam safar dan pemimpin
keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari susahnya safar, kesedihan dan
buruknya kesudahan pada harta dan keluarga)
Jika akan pulang, maka baca doa
serupa dan ditambah, “Kami kembali, bertaubat, beribadah, dan memuji kepada
Allah”.
Bila kendaraan yang dinaiki
berupa kapal laut, maka membaca doa:
Bismillahi majrohohaa wa
mursaahaa inna robbii laghofuurur rohiim.
(Dengan menyebut nama Allah di
waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang)
“Dan mereka tidak mengagungkan
Allah dengan pengagungan yang semetinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya
pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan
dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 69)
Comments
Post a Comment